Kamis, 11 Oktober 2012

Apakah Sains Itu?

Untuk dapat mengajukan pertanyaan “Apakah Sains Itu?”, terlebih dulu saya meyuguhkan glosarium yang berisikan konsep-konsep yang menempati inti pemikiran ilmiah modern.
Fakta. Sains berangkat dari asumsi adanya fakta-fakta di alam ini. Adalah jelas bahwa saintis menerima, misalnya, kesan-kesan inderawi berupa petunjuk-petunjuk pada sejenis alat, sebagai fakta-fakta sebagai data. Fakta-fakta atau hipotesis yang berkenaan dengannya dianggap valid jika pengamat yang lain dan independen bersepakat tentangnya, atau jika observasi yang dilakukan berulang-ulang pada waktu dan tempat yang berlainan menelurkan hasil-hasil yang identik. Dengan cara ini, subyektivisme peneliti tereliminasi.

Hukum. Fakta-fakta di organisasi ke dalam kelompok-kelompok dan hubungan yang terdapat di antara fakta-fakta yang sekelompok dinamakan suatu hokum atau prinsip. Hokum atau prinsip adalah sekedar sistematisasi sesuatu yang diamati. Dua contoh hokum atau prinsip adalah :
  • “ Udara dalam kualitas tertentu akan menghasilkan tekanan terhadap wadahnya berbanding lurus dengan temperaturnya. “ (Hukum Boyle).
  • “ Di dalam proses seksual, karakteristik- karakteristik bawaan pasti diperantarai oleh unit-unit yang ditransmisi dari induk ke keturunan, dan terkombinasikan dalam semua cara yang mungkin “. (Hukum Mendel).
Untuk  dapat merumuskan hokum, kita sangat memerlukan fakta-fakta. Tetapi fakta-fakta an sich adalah steril, sebelum ada pikiran yang mempu menyeleksinya pikiran yang dapat melihat sesuatu yang ada dibalik fakta. Inilah yang membedakan seorang saintis yang baik dari seorang saintis yang cukupan.

Hipotesa. Hipotesa adalah dugaan sementara yang memberikan pemahaman awal tentang apa yang sedang diteliti, yang akan diuji dengan observasi atau eksperimentasi. Berikut ini adalah dua contoh hipotesa :
  • “ kemungkinan serangan kanker paru-paru terhadapa seseorang berbanding lurus dengan jumlah rokok yang dihisap setiap hari “.
  • “ Tingkat curah hujan disuatu tempat semakin tinggi apabila semakin banyak orang sembahyang istisqa’ “.
Untuk menguji salah satu dari kedua hipotesa tersebut di atas, mesti dikumpulkan data yang memadai, supaya analisa yang akurat (dan validitas internal dan eksternal hasil penelitian) dimungkinakan. Jika tidak (penelitian) Anda akan berakhir dengan kesimpulan-kesimpulan yang mencengangkan, semisal bertambahnya usia seorang manusia berkorelasi dengan banyaknya jumlah rokok yang dihisap, atau semakin rendahnya curah hujan dengan semakin banyknya jumlah orang yang sembahyang istisqa’.

Teori. Teori adalah skema konseptual besar yang menempatkan berpikir dan memberikan gambaran lengkap dalam domain validitasnya. Tetapi, selain itu, teori juda mesti memenuhi criteria tertentu yang ketat :
Teori mesti konsisten dengan seluruh data eksperimental dan observasional yang telah diketahui.
Teori mesti mengatakan seesuatu yang baru; artinya, teori mesti memprediksi fakta-fakta yang tidak diketahui sebelumnya tetapi yang dapat diuji.

Induksi dan Deduksi. Memperhatikan keteraturan data yang diperoleh memungkinkan anda mengumpulkan pengetahuan secara induktif dan membuat teori-teori sederhana. Misalnya, sesudah melihat matahari terbit di timur dan terbenam di barat setiap hari, kita dapat menarik kesimpulan secara induktif bahwa matahari akan berprilaku demikian esok harinya. Sebaliknya, dengan deduksi kita mulai berfikir secara logis dengan aturan-aturan yang umum, lalu menarik kesimpulan-kesimpulan yang khusus, dengan menerapkan argument-argumen yang logis.

Metode Ilmiah. Akhirnya, sesudah mendefinisikan konsep-konsep yang benar-benar diperlukan, kita bisa mendefinisikan apa yang dikenal dengan metode ilmiah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar